Selasa, 26 April 2011

POLISI SALAH KANTOR


Nama Briptu Norman Kamaru tiba-tiba melejit setelah video lip sync-nya menjadi buah bibir masyarakat indonesia, khususnya penikmat dunia maya. Ditambah lagi ekspose media yang mengangkat video tersebut menjadi topik utama dalam berita, yang sepertinya saat itu sedang kehabisan topik, menyebabkan Briptu Norman melejit layaknya artis lip sync yang pernah tenar sebelumnya yaitu Sinta-Jojo dengan “Keong Racun”nya. Sang Polisi India tersebut menjadi kebanjiran undangan untuk mengisi acara-acara televisi di ibukota. Mulai dari acara berita, talkshow, reality show, sinetron stripping, hingga acara musik semua mengundangnya.
Hal yang ingin penulis bahas di sini adalah, apakah sikap masyarakat yang menyambut antusias video Polisi Menggila tersebut merupakan hal yang wajar? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak.

Ekspresi karya seni
Wajar karena video tersebut merupakan sebuah ekspresi karya seni seorang polisi yang notabene seorang manusia biasa yang berhak mengekspresikan karya seninya. Lagi pula, video ini dibuat karena Briptu Norman ingin menghibur temannya yang sedang bermasalah.
Alasannya, Norman membuat rekaman video hanya untuk menghibur temannya, Briptu Labonsa, yang sedang dilanda masalah. ’’Sebetulnya tidak ada sanksi yang pantas buat Norman. Sebab, setelah dinilai, apa yang diperbuat Norman ini cukup banyak memberikan kontribusi buat rekan-rekan yang lain dalam menjalankan tugas kepolisian,’’ kata Irawan Dahlan. (www.indopos.co.id)
"Teman saya sedang murung. Makanya saya iseng, nari-nari, sambil nyenggol-nyenggol dia," papar Norman serius. (9-4-11/ liputan6.com)
Upaya menghibur teman tidak bisa dijadikan alasan untuk menolak video tersebut. Boleh-boleh saja dan bahkan dianjurkan bagi kita untuk menghibur teman yang sedang sedih. Jadi wajar saja kalau masyarakat menyukai video itu. Selain video tersebut memang lucu dan menghibur, bagi mayoritas masyarakat, video tersebut tidak menyalahi aturan yang berlaku.



Keputusan mencla-mencle
Namun jika kita menelisik lebih dalam, apakah benar Briptu Norman tidak menyalahi aturan? Kita tahu pada awalnya kepolisian menganggap Briptu Norman melakukan tindakan tidak etis, dengan alasan video tersebut dibuat saat bertugas dan menggunakan seragam lengkap. Namun mengapa setelah bermunculan dukungan dari masyarakat kepada Briptu Norman, keputusan POLRI justru berbalik menjadi tidak mempermasalahkan video tersebut dengan alasan dia hanya berniat ingin menghibur teman-temannya?
Lalu sebenarnya pelanggaran kode etik tersebut terletak pada “penyalahgunaan waktu tugas” dan “penyalahgunaan seragam”, atau terletak pada “alasan pembuatan video” tersebut?
Pada awalnya POLRI menganggap Briptu Norman melakukan pelanggaran kode etik, alasannya karena dia menyalahgunakan waktu tugas dan menyalahgunakan seragam. Kemudian muncul pernyataan bahwa dia tidak melakukan pelanggaran kode etik karena alasan pembuatan tersebut untuk menghibur temannya yang sedang sedih. Lalu bagaimana keputusan atas penyalahgunaan waktu tugas dan penyalahgunaan seragam tersebut? Tetap dianggap tidak etis, atau dianggap menjadi etis? Kalau memang dianggap etis, artinya dia boleh-boleh saja menyalahgunakan waktu tugas dan menyalahgunakan seragam dengan alasan untuk menghibur teman. Apakah ini keputusan yang masuk akal?
Kalau boleh penulis analogikan dengan DPR. Seandainya ada seorang anggota DPR yang sedang melaksanakan rapat paripurna, saat itu sedang tidak membahas bidang yang ditanganinya, lalu ia membuat sebuah video lipsync dengan alasan untuk menghibur temannya yang sedang sedih. Bagaimana pendapat anda? Wajarkah ia melakukan itu? Saya yakin anda mengatakan hal itu tidak wajar. Itu baru contoh penyalahgunaan waktu tugas, belum ditambah penyalahgunaan penggunaan seragam.
Lalu menurut anda, wajarkah jika penulis menganggap keputusan POLRI adalah keputusan yang mancla-mencle alias plin-plan? Tampak jelas bahwa keputusan POLRI terlalu mudah dikendalikan oleh opini publik.

Misi aji mumpung
Bahkan, POLRI mempersilahkan Briptu Norman untuk melakukan aksinya di depan televisi. Namun sekarang aksinya bukan untuk menghibur teman-temannya melainkan untuk membangun semangat kemitraan dengan masyarakat. POLRI memanfaatkan kepopuleran Briptu Norman untuk memperbaiki citranya di mata masyarakat. Pihak POLRI mengakui bahwa ada misi tertentu yang diemban Briptu Norman.
"Iya benar. Jadi memang ada misi-misi Polri dengan penampilan Briptu Norman ini karena sebenarnya Polri ini memiliki program kemitraan dengan masyarakat. Kami berharap penampilan Briptu ini dapat membangun semangat kemitraan. Yang memang Polri sangat mengharapkan adanya kebersamaan dengan masyarakat dalam melaksanakan tugas," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar. (12-4-11/ kompas.com).
POLRI terang-terangan melakukan sebuah misi yang memanfaatkan ketenaran dan ketertarikan masyarakat atas aksi seni Briptu Norman, mumpung masyarakat sedang tergila-gila.

Mengagumi yang keliru
Apakah benar bahwa dengan ketenaran Briptu Norman dan pembelaan masyarakat atas karya seninya berbanding lurus dengan semangat kemitraan masyarakat dengan POLRI? Apakah dengan semakin banyaknya masyarakat mengagumi Briptu Norman, akan semakin banyak pula masyarakat yang mengagumi atau setidaknya tidak memusuhi POLRI? Adakah hubungannya antara aksi menghibur Briptu Norman dengan tugas utama POLRI? Bukankah “menghibur” itu bukan komponen utama dalam slogan “melindungi dan mengayomi masyarakat”?
Sekarang mulai tampak, alasan bahwa tanggapan masyarakat atas video Polisi India ini tidak wajar. Tidak wajar karena Polisi India ini membuat video “Polisi Menggila” ketika sedang melaksanakan tugas dan menggunakan seragam. Walaupun POLRI telah mengeluarkan statement bahwa tindakan Norman ini adalah wajar, tapi alasan kewajarannya adalah karena alasan Norman ingin menghibur teman-temannya. Tanggapan POLRI yang di awal, tentang penyalahgunaan waktu tugas dan seragam tidak dicabut, POLRI tidak mengatakan dia tidak bersalah atas penyalahgunaan waktu dan seragam. Artinya, mayoritas masyarakat mengagumi polisi yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan tidak mengenakan seragam untuk keperluan sebagaimana mestinya.
Ironis, ketika Polisi menjalankan tugasnya tidak sebagaimana mestinya, dia dipuji-puji masyarakat. Justru ketika polisi menjalankan tugas sebagaimana mestinya, dia malah dimaki-maki masyarakat. Hal ini bisa kita lihat pada contoh kasus berikut.
Seorang polisi menjalankan tugasnya di jalan dengan berusaha menegakkan aturan lalu lintas, misalnya mengharuskan penggunaan spion standar pada kendaraan bermotor roda dua. Ketika ada sepeda motor yang tidak menggunakan spion standar, polisi tersebut menilang pengendaranya. Sering kali tindakan polisi ini ditanggapai dengan sumpah serapah sang pengendara sepeda motor. Padahal polisi tersebut sedang menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Bahkan polisi tersebut sedang menjalankan slogannya dengan baik, yaitu “melindungi dan mengayomi masyarakat”. Sebagai pelindung masyarakat, dengan digalakkan penggunaan spion standar, wilayah pandang pengendara menjadi lebih luas terutama wilayah belakang pengendara. Hal ini dapat melindungi pengendara dari kecelakaan lalu lintas yang disebabkan faktor-faktor penyebab kecelakaan yang datang dari sisi belakang. Begitu pula sebagai pengayom masyarakat, dengan ditegakkannya aturan lalu lintas diharapkan masyarakat dapat lebih memperhatikan keselamatan mereka sendiri. Polisi yang seperti inilah yang seharusnya mendapatkan apresiasi tinggi seperti apresiasi masyarakat kepada Briptu Norman, Sang Polisi yang menyalahgunakan waktu tugas dan seragam.

Kebosanan akan memunculkan kesadaran
Jika hal ini tidak ditindaklanjuti dengan lebih bijaksana, bisa saja akan terjadi sebuah fenomena berkepanjangan dan kesalahan persepsi yang dibiarkan oleh POLRI bahwa kemitraan masyarakat bisa dibentuk dengan “menghibur” bukan dengan “menjalankan tugas sebagaimana mestinya.” Semakin lama, semakin banyak polisi yang memilih untuk menghibur masyarakat dengan dalih menghibur temannya yang sedang bermasalah, daripada menjalankan tugas di jalan atau kantor-kantor pelayanan. Toh dengan upaya menghibur, bisa lebih meningkatkan kemitraan masyarakat daripada dengan cara menjalankan tugas seperti menegakkan aturan lalu lintas. Bukan tidak mungkin, nantinya orang semakin familiar dengan orang-orang berpakaian seragam coklat abu-abu di televisi, radio atau di berbagai media hiburan lainnya. Hingga pada saat masyarakat mulai jenuh, akan timbul pertanyaan dari masyarakat bahwa sebetulnya kantor Pak Polisi itu di televisi atau di jalanan? Bukankah Polisi yang di televisi itu sebetulnya salah kantor? Ya, biasanya masyarakat sadar jika sudah muncul kebosanan.
Semoga kita bisa lebih bijak dalam bereaksi terhadap informasi-informasi yang dipaparkan dalam berita, baik yang terdapat di media cetak maupun elektronik.

(naskah lomba opini media center stan 2011)

5 komentar:

  1. emang sekarang jaman edan kok..

    BalasHapus
  2. skrng yg pntng opini pubik, aturan bsa diatur blakangan

    BalasHapus
  3. sirik aja loh...

    BalasHapus
  4. Ya ampuuuuunnnn
    Bego banget siy penulis

    najis gw bacanya.............sirik aja looo

    Justru kehadiran Norman Kamaru memberikan angin segar bagi citra kepolisian di mata masyarakat

    Mikir pakai otak bung bukan pake dengkul...

    BalasHapus
  5. anonim : kenapa kalian tdk menggunakan nama kalian ketika menghujan tulisan orang lain..
    bukankah itu lebih baik *atau mungkin kalian tdk punya nama / tdk di akui di negara ini..

    saya rasa tulisan ini benar dan menyadarkan kita meskipun dirsa subyektif

    jk kalian punya pemikiran yg lebih baik dr penulis knpa kalian tdk memaparkan'nya bukankah itu akan lebih indah drpd menghujat..

    bukankah kalian terlihat tolol dg sikap spt itu..?
    mungkin karena ini kalian tdk ingin org mngetahui kalian

    ironis

    untuk penulis : saya tetap mngapresiasi tulisan anda :)

    BalasHapus