Jumat, 24 Juni 2011

terbiasa mencari solusi instan

sadarkah kita bahwa selama ini kita sering mencari pemecahan atas sebuah masalah dengan cara-cara yang instan?

apakah salah jika kita menggunakan solusi yang instan?
hhm... menurut saya kurang tepat.
tapi kalau mencari solusi yang efektif dan efisien, itu baru tepat.
kenapa?
karena yg instan itu selalu hanya bisa sekali pakai untuk satu masalah,
setelah itu hanya akan menimbulkan masalah baru.

contohnya,
siswa punya masalah dengan ujian nasional.
solusi instannya ya menyusun "strategi perang" melawan pengawas ujian.
kalau memang mau cari cara yg efektif ya dengan belajar lebih giat,
latihan soal-soal dan berdoa yang khusuk.
strategi perang itu cara instan,
dan yg instan itu pasti hanya sekali pakai yaitu saat ujian nasional.
setelah itu? siswa harus kembali menyusun strategi perang lagi
jika suatu saat mereka akan mengikuti tes.
bandingkan dengan solusi belajar lebih giat, latihan soal-soal dan berdoa yg khusuk.
efeknya bisa sangat panjang dan awet, karena hasilnya permanen.
betul ga?

misalnya lagi,
seorang pekerja punya masalah dengan kedisiplinan dalam bekerja,
solusi instannya ya berangkat kerja dengan kendaraan yang lebih cepat.
kalau memang mau cari cara yg efektif ya dengan bangun lebih pagi,
bersiap dengan lebih cekatan, berlatih tepat waktu.
kalau hanya mengubah kendaraan umum ke kendaraan pribadi,
yang berubah hanya ketepatan dia masuk kerja.
tapi kinerja di kantor akan tetap jadi deadliner, pulang sebelum waktunya,
dan segala bentuk indisipliner lainnya.
bandingkan kalau dia berlatih bangun lebih pagi,
bergerak dengan lebih cekatan, berlatih tepat waktu,
dia akan tepat waktu tidak hanya saat masuk kerja,
tetapi juga saat mengerjakan tugas kantor, atau saat pulang kerja.

contoh lainnya,
seseorang punya masalah dengan keluarga,
solusi instannya ya menghindar dari keluarga, cari alternatif lain yg bisa menghibur diri
misalnya cari selingkuhan atau merokok.
sebetulnya cara yg efektif ya dengan menyelesaikan masalah itu
dengan orang yang bersangkutan.
tapi, karena kebiasaan kita untuk mencari solusi yg instan,
ya lebih mudah mencari wanita/pria lain atau menghisap rokok
untuk mencari ketenangan, meski hanya sementara.

lagi ya,
jakarta punya masalah dengan kemacetan.
solusi instannya ya dengan membangun jalan yang lebih panjang.
padahal tidak akan mungkin pertumbuhan kendaraan diimbangi dengan pertumbuhan jalan.
sebetulnya cara yg efektif ya dengan memperbaiki sistem transportasi massal
dan memperbaiki perilaku pengguna sarana transportasi.
tapi apa daya, membangun jalan lebih mudah dan murah daripada membangun sistem transportasi massal
yang mengharuskan koordinasi rumit beberapa instansi terkait.
apalagi dibanding dengan pendidikan untuk memperbaiki perilaku,
sudah mahal, hasilnya juga tidak langsung terasa.
sekali lagi, solusi instan itu lebih kita pilih.

seringkali kita mencari solusi yg cuma menambah masalah baru.
ibarat genteng bocor, kita memilih untuk menampung dengan ember dan sebagainya,
daripada memperbaiki kebocoran genteng tersebut.

korupsi,
solusi instannya dengan membentuk KPK yg bertugas menumpas mereka yg melakukan korupsi.
bukan mencari sumber masalah mengapa sampai timbul korupsi.
oleh karena itu perlu kita hargai upaya yg dilakukan pemerintah dalam mengurangi korupsi ini,
seperti remunerasi PNS, yg memungkinkan pemberian gaji dengan standar kinerja pegawai
akan mengurangi sebab munculnya tindakan korupsi.
memperketat regulasi, yg meningkatkan kontrol kinerja pegawai.
pendidikan, yg menanamkan kejujuran sebagai standar utama kelulusan.
perlu diketahui juga,
KPK lebih memilih untuk konsentrasi dalam mencegah terjadinya korupsi
daripada ngubek-ngubek kasus lama yang ga jelas.
karena mencegah itu berefek lebih lama daripada sekedar mengobati.
lihat para koruptor yg tertangkap KPK sedang membawa tas kresek berisi uang sogokan,
mereka tertangkap tangan dengan bukti yang benar-benar kuat.
itu membuat tindakan korupsi dapat dicegah, dan itulah yg pelru kita lakukan.
pencegahan, solusi yang efektif dan efisien.
bukan solusi yg instan.

ada lagi, masalah sepakbola.
kalau memperbaiki PSSI yang sudah rusak tidak akan mudah.
cara instannya ya bikin liga tandingan.
hasilnya, sekarang justru menimbulkan masalah baru.
kurang pemain bagus,
cara instannya ya dengan menaturalisasi pemain luar negeri.
pembinaan hasilnya terlalu lama dan tidak pasti.
ternyata memang cara instan hanya bisa dipakai untuk satu turnamen.


keren kan,
kita itu pinter banget cari cara yang instan.
termasuk dalam mencari pekerjaan.
mencari pekerjaan yg lebih mudah, tak perlu pendidikan tinggi dan bisa tiba-tiba kaya,
ya dengan menjadi TKI di luar negeri.
solusi instan, baik untuk mengentaskan kemiskinan,
dan sekaligus baik untuk mengentaskan orang miskin.


mari kita cari apinya, lalu matikan.
bukan dengan cara instan
karena itu hanya akan menghilangkan asapnya.

sumber gambar:
bugislaten.blogspot.com

1 komentar:

  1. hmm bener...ini dah termasuk manajemen pengambilan keputusan

    BalasHapus