mendengar berita tadi pagi, saya jadi ingin menulis sebuah tulisa
tentang produk-produk impor yang sedang membanjiri Indonesia.
seharusnya ini menjadi bagian dari tulisan saya
yang sedang saya rancang menjadi buku yang ke-3.
tapi apa daya, sepertinya tulisan ini harus saya keluarkan sekarang.
awalnya saya bersyukur mendengar berita itu
karena beritanya mengatakan omzet pedagang baju muslim naik sekitar 30%.
eh tapi ujung-ujungnya bikin eneg.
pewarta: "ini barang dari dalam negeri ya mba?"
pedagang: "ow ini dari Cina mba."
NGOK!!
pembaca beritanya aja kaget.
"wah, baju muslim pun dari Cina ya? haha"
(dengan muka heran dan senyum kecut
kepada pasangannya sesama pembaca berita.)
ampun dah....
saya membaca buku Rahasia Sukses Ekonomi Cina- James Kynge
ternyata eh ternyata,
alasan mengapa Cina bisa membuat barang begitu murah adalah:
1. Industri di Cina mendapat sokongan penuh dari pemerintah,
dengan pinjaman yang sangat lunak dan tak terkontrol.
2. Kenangan masa lalu rakyat Cina yg sengsara dibawah sistem sosialis
menjadikan mereka rela melakukan apa saja demi kehidupan yg lebih baik.
meski dengan upah dibawah standar, selama masih lebih baik
daripada pekerjaan lamanya sebagai buruh tani mereka akan melakukannya.
3. Penduduk yang sangat banyak memang menjadi kekuatan Cina,
tapi di sisi lain menjadi kelemahan juga.
lapangan pekerjaan yang tersedia diperebutkan banyak sekali para pencari kerja
hal ini memudahkan pengusaha menekan gaji pada level yg paling rendah.
(hal ini hampir sama dengan Indonesia)
4. Cina membebaskan plagiatisme, tidak ada biaya hak cipta.
5. Cina tidak memedulikan aspek kelestarian lingkungan dalam operasional industri.
dengan beberapa contoh kemudahan yang terlalu kasar ini,
menyebabkan biaya produksi menjadi sangat rendah.
itulah mengapa barang-barang Cina bisa sangat-sangat murah.
dan saya juga baru tahu bahwa ternyata dunia,
kini sedang mempertimbangkan untuk menghentikan perdagangan bebas.
hal ini karena amerika dan negara-negara eropa
mulai merasakan imbas dari kerakusan Cina dalam memproduksi barang.
Amerika dan Eropa sudah menerapkan berbagai regulasi
yang lebih ramah lingkungan, yang lebih adil bagi para buruhnya.
hal ini menyebabkan biaya produksi tinggi.
dampaknya, banyak pabrik tekstil di Italia yang akhirnya direlokasi ke Cina.
pabrik Baja di Jerman dipindah ke delta sungai Yang Tse Cina.
apakah produk murah menguntungkan rakyat?
ya, untuk jangka pendek.
untuk jangka panjang,sama sekali tidak.
sudah banyak negara yang merasakan betapa sulitnya hidup
tanpa ada lapangan pekerjaan, meski harga barang lebih murah.
pabrik-pabrik perusahaan multinasional dipindahkan ke negara yang lebih murah ongkos produksinya.
pilihan utama tentu Cina.
hasilnya, negara mereka menjadi tidak produktif,
para buruh yang tadinya bekerja di pabrik menjadi tak punya pekerjaan.
jika tak punya pekerjaan, mau beli barang, meskipun murah, uang darimana?
yang diuntungkan dari praktek-praktek seperti ini hanya segelintir orang
yang bekerja pada perusahaan multinasional itu.
yang bekerja di Nika, Adundas, AQoa, dan segala merek internasional lainnya.
yang sejahtera bukan seluruh rakyat.
lalu apa yang bisa kita lakukan?
apakah sekarang kita perlu mencontoh Cina?
mengurangi regulasi perpajakan, menutup mata dengan perusakan lingkungan,
menutup mulut para buruh pabrik yang mpot-mpotan menyambung hidup?
sepertinya ini sekarang sedang dilakukan pemerintah.
sehingga menkoperekonomian dengan bangganya mengatakan bahwa
banyak relokasi pabrik dari Cina ke Indonesia.
kenyataannya memang lebih mudah membuka pabrik untuk merek yang sudah terkenal,
daripada membuka pabrik untuk merek sendiri.
sebagai contoh kecil,
waktu saya mencoba berjualan kaos,
lebih mudah meminjam nama kaskus untuk menjual kaos saya,
dengan tema kaskus yang sudah terkenal, saya lebih mudah menjual kaos
daripada sekarang dimana saya berusaha menggunakan merek saya sendiri.
lebih mudah mendirikan pabrik pengolahan air minum kemasan
dengan merek Agua, yang sudah terkenal, daripada menggunakan merek sendiri
seperti Prim-A, Aguaria, Vit, dan sebagainya.
berbagai halangan yang justru datang dari saudara sendiri seringkali
menyulitkan merek-merek lokal untuk berkembang.
mulai dari rendahnya dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan industri dalam negeri dan tak adanya proteksi untuk mengerem kerakusan perusahaan multinasional di Indonesia.
maklum, biasanya amplop dari perusahaan luar lebih tebal daripada perusahaan lokal.
belum lagi permainan kotor yang dilakukan perusahaan multinasional
dalam memastikan distribusi barangnya sampai ke hilir
agar tidak terganggu dengan pesaing dalam negeri.
toko-toko didesak untuk menempatkan produk mereka
di tempat yang langsung bisa dilihat pengunjung
meski mata pengunjung sedang mengantuk.
sedangkan merek lokal, meski mata melotot, niat mencari, ga ketemu-ketemu juga.
ternyata ada di rak paling bawah, di pojok, bagian belakang.
kalau uang sudah bicara, siapa yang tidak mau mendengar?
penelitian yang jujur tapi tak imbang dari kaum-kaum intelektual,
memang proses produksi dalam negeri mayoritas berstandar lebih rendah
daripada standar perusahaan multinasional.
namun hal itu tentu tak bisa dibandingkan secara proporsional,
dari segi permodalan saja sudah beda, untuk menyaingi kecanggihan
proses produksi perusahaan multi nasional tentu bukan hal yang mudah.
tapi mereka tidak peduli,
dengan mudahnya mereka mempublikasikan merek yang produknya berbahaya bagi kesehatan.
merek yang merusak lingkungan, dan merek lain yang tidak sesuai standar internasional.
dan kesemuanya itu mayoritas merek nasional.
keanehannya adalah,
mengapa hal ini mudah dilakukan hanya jika kepada produk lokal?
mengapa sulit menyatakan produk susu yg tercemar bakteri berbahaya?
mengapa sulit menyatakan produk yang menggaji buruh dengan semena-mena?
media juga begitu.
begitu mudahnya membuat berita investigasi
proses pencampuran tahu dengan formalin,
membuat bumbu halus dengan pewarna pakaian,
becek, kotor dan tidak higienisnya pasar tradisional
tapi belum pernah saya melihat
media membuat berita investigasi
tentang lamanya proses pembusukan fast food merek-merek luar negeri,
tentang banyaknya penderita obesitas karena makanan-makanan merek luar negeri,
tentang banyaknya warung yang tutup karena harus bersaing dengan swalayan berjaringan merek luar negeri.
tutupnya warung kopi lokal karena silau dengan dengan terangnya sinar bintang warung kopi merek luar negeri.
dan yang terakhir,
ya konsumennya sendiri.
lebih memihak yang merek terkenal,
ga peduli bagaimana mereka memproduksi,
bagaimana harga diri negeri ini diinjak-injak
dengan hanya menjadi buruh, hanya menikmati sedikit sekali bagian
dari harga barang yang diproduksi.
bagaimana negeri ini dibodohi,
setiap penjualan produknya pada saat itu ada kekayaan negeri ini
yang disedekahkan kepada negara yang sudah kaya raya.
bagi saya, kita ini rakyat murahan.
murahan dalam benak saya artinya
1. senang dengan yang murah tak peduli darimana asal-usul murahnya itu.
2. senang yang gratisan dengan cara meminta, bukan menawarkan pertukaran manfaat.
3. bangga dengan produk merek luar negeri,
artinya dia tidak bangga dengan dirinya sendiri, selaku "barang" merek dalam negeri.
4.malas mencari tahu merek lokal atau merek luar negeri.
karena memang sulit bagi mereka yang kurang berpendidikan untuk mencari tahu tentang hal ini.
tahunya hanya murah dan mahal.
4. lebih membela kepentingan perut sendiri daripada perut bersama.
yang penting dapet barang murah,
ga peduli nasib anak-anaknya nanti jika mereka tak punya pekerjaan di dalam negeri.
tak bisakah kita menjadi negeri yang berdikari?
yang berdiri di atas kaki sendiri.
jika kita mampu berdikari,
siapa yang bisa menandingi Indonesia jika mempu sejahtera dengan produk dalam negerinya?
dunia akan kehilangan negara dengan pangsa pasar terbesar ke3 di dunia.
dan otomatis dunia juga akan mendapatkan negara produsen terbesar ke3 di dunia yang baru, yaitu Indonesia.
dan bukan hal yang sulit merangkak naik dari urutan ke3 menjadi ke1 di dunia.
tentu perusahaan multinasional tak ingin ini terjadi,
maka pemerintah yang punya kekuasaan untuk mengatur negeri ini disuapi hingga kenyang,
hingga tertidur dan tak sadar betapa banyak mobil yg terjual setiap tahunnya dalam pameran otomotif
tapi bingung mau dijalankan dimana karena ruas jalan tak juga bertambah.
tujuan perusahaan multinasional hanya ingin penjualan meningkat, sehingga para pemegang saham senang.
tak peduli mau dijual dimana, bagaimana kehidupan negara yang menjadi pasar produknya.
mari berhenti jadi rakyat yang murahan.
maunya beli murah, ga mau mikir untuk masa depan.
mari belajar membela kepentingan Indonesia.
dukung merek lokal dengan cara bangga menggunakannya.
semua produk luar negeri yang ada di Indonesia sudah ada produk lokalnya.
air kemasan, sepeda, sandal, sepatu, tas, kaos, laptop, mobil dan sebagainya.
ga usah berharap pemerintah membela produk lokal,
sekuat apapun dukungan pemerintah untuk produk luar negeri,
kalau konsumen ga mau beli, mau apa?
oleh karena itu, kitalah sebagai konsumen,
yang harusnya mulai buka mata,
berhenti menjadi rakyat murahan.
murahan karena suka yang murah tak peduli produk dari mana.
murahan karena malas berpikir untuk masa depan.
murahan karena hanya sanggup mengenyangkan perut sendiri dan tak peduli perut orang lain.
mulailah membela produk dalam negeri.
tak cukup hanya Cinta produk indonesia,
buktikan dengan memBELI produk-produk Indonesia.
hanya itu cara agar anak-anak kita nanti
tak sulit mencari pekerjaan di dalam negeri,
agar tak harus menjadi tkw demi mendapat gaji 5 juta/bulan.
atau menjadi tahanan dan terancam dihukum pancung
untuk mendapatkan uang santunan 1,2 M.
referensi: Rahasia Sukses Ekonomi Cina - James Kynge, Pengakuan Bandit Ekonomi- John Perkins, liputan-6 SCTV, vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar