Sabtu, 14 Mei 2011

bunda, pulang ya...

untuk bunda tercinta,
dari anakmu.

bunda,
aku senang sekali punya ibu seperti bunda.
bunda selalu bisa memenuhi segala permintaanku.
sejak kecil aku selalu diberi mainan yang bagus-bagus.
aku disekolahkan di sekolah yang fasilitasnya lengkap.
teman-teman sekolahku tak ada yang miskin.

aku tumbuh dengan gizi yang lengkap.
aku tumbuh dengan perawatan nomor wahid.

aku selalu dimanjakan olehmu.
aku senang sekali.
aku bangga padamu.

dan aku akan lebih bahagia lagi,
jika bunda mau membaca curhatku ini.

maaf jika aku curhat kepadamu melalui surat ini,
karena aku selalu kehabisan waktu untuk bisa bicara dengan bunda.
sejak kecil hingga remaja kini,
bunda selalu berangkat pagi ke kantor ketika aku juga baru bangun.
dan bunda pulang kantor ketika aku juga baru pulang sekolah.
waktu sisanya kita habiskan menonton tv bersama hingga akhirnya masing-masing merasa ngantuk.
selalu berulang seperti itu setiap harinya.
kecuali weekend, kita selalu habiskan untuk jalan-jalan bersama.
selalu tak ada waktu luang untuk membicarakan hal-hal penting dan berisi.
waktu-waktu bersama kita selalu dihabiskan dengan canda tawa dan hiburan semata.
makanya maaf ya bunda,
kalo aku curhatnya pake surat ini.

begini bunda...
aku sebetulnya ingin ngomong sama bunda tentang ini sejak dulu,
tapi baru aku beranikan diri sekarang.
aku sebetulnya, boleh dibilang,
tidak terlalu mengenal bunda.
bunda yang aku tahu,
ya bunda yang selalu sayang sama aku.
sebatas itu.
aku merasa, waktuku untuk bersamamu masih sangat kurang.

bunda,
sejak kecil, aku tidak pernah diantar berangkat sekolah olehmu.
selalu saja diantar oleh jemputan.
aku iri dengan temanku yang selalu diantar ibunya,
selalu bisa mencium tangan ibunya ketika hendak masuk gerbang sekolah.
sedangkan aku, aku hanya bisa mengucap terima kasih kepada pak supir.

sesekali bunda datang untuk ambil rapot.
ya, hanya saat itu teman-temanku tau seperti apa wajah bunda yang cantik.

jika teman-temanku main ke rumah,
yang ada hanya si bibi, ayah dan bunda selalu sedang pergi bekerja.
bunda tak pernah mengenal siapa teman-temanku.
dan temanku juga tak pernah tau seperti apa baiknya bundaku.

bahkan tak jarang teman-temanku memanggilku anak bibi.
ya, karena yang ada di rumah bukan bunda.
seandainya yang dirumah ada bunda,
alangkah senangnya jika aku dipanggil anak mami.

kini aku sudah beranjak remaja.
pergaulanku semakin luas.
teman-temanku semakin bermacam-macam.
aku tak tahu harus bagaimana menghadapi situasi semacam ini.
aku ingin bicara denganmu, tapi bunda selalu tidak ada waktu.
aku ingin mencontoh sikapmu, tapi bunda juga tidak ada di depan mataku.
aku bingung bunda...

aku sudah berkali-kali didatangi teman yang membawa narkotika.
katanya itu bisa membuat tenang.
tapi temanku yang satunya melarangku untuk mencoba.
katanya itu bisa menyebabkan kematian.
pikirku, sepertinya kematianku akan membuat keadaan lebih tenang.

karena belakangan ini aku merasa tak tenang.
teman-temanku yang ibunya memiliki penghasilan juga seperti bunda,
banyak yang bercerai dengan suaminya lantaran penghasilan sang ibu lebih besar daripada sang bapak.
sang ibu kemudian beralih menjadi kepala rumah tangga dan akhirnya keluarga mereka hancur berantakan.
teman-temanku yang orangtunya cerai, banyak yang kini menjadi wanita penghibur.
atau jadi pemuda yang kerjaannya hanya minum, madon, dan madat.

mereka hancur,
aku tak ingin bunda seperti itu,
aku tak ingin hancur seperti mereka.
pulanglah bunda,
aku butuh bunda sekarang..
berhentilah bekerja.

aku yakin, ayah saja yang bekerja itu cukup untuk hidup kita.
bunda selalu beralasan hasil bunda bekerja adalah untukku.
maaf bunda, yang aku lihat,
bunda menghabiskan gaji bunda bukan untuk keperluanku.
aku memang meminta banyak.
tapi aku merasa, gaya hidup bunda meminta lebih banyak porsi dari gaji bunda daripada permintaanku.
gaya hidup bunda yang menghabiskan hasil pekerjaan bunda.

berapa yang bunda habiskan untuk makan siang di restoran mahal?
aku makan di rumah hasil masakan bibi.
berapa transport bunda bolak balik kantor, belum lagi ditambah mobilitas dalam bekerja?
aku hanya naik jemputan.
berapa pakaian mahal dan gadget mahal yg bunda beli untuk gengsi di kantor?
aku hanya minta gadget satu, kaos biasa, seragam sekolah.

aku pikir, seandainya bunda berhenti bekerja pun,
ayah masih bisa memenuhi keperluanku.
jadi, tolonglah bunda, berhentilah bekerja.
aku ingin bunda bekerja di rumah saja.

apa mungkin dengan bekerja di rumah,
bunda menganggap itu bukan pekerjaan yang bergengsi?
kalau memang begitu adanya,
besok aku dan adik-adikku akan membuat sebuah perusahaan
kami namai PT. Bina Generasi Bangsa.
sebuah perusahaan yang mendedikasikan dirinya
untuk pengembangan generasi muda bangsa Indonesia,
agar tercipta generasi yang mandiri dan mampu berkarya demi kemajuan bangsa.
nanti, aku jadi pemegang sahamnya.
bunda kami jadikan presiden direkturnya.
kira-kira, jabatan ibu sudah cukup bergengsi kan?
nanti kantor perusahaan itu di rumah kita saja.
gmn bunda? mau kan?

aku butuh bunda di sini.
membimbingku, mengajariku sikap yang baik, memberiku teladan,
karena di sekolah aku tak bisa mendapatkan itu semua.

mengawasi pergaulanku, mengenal teman-temanku,
karena aku tak tahu mana teman yang baik untukku,
dan mana yang tidak baik untukku.

mengajariku agama yang benar,
karena aku takut diajari agama yang sesat oleh orang lain dan bahkan menjurus ke gerakan pemberontak.

mengajariku cara menghormati orang yang lebih tua,
karena yang aku tahu cara menyuruh bibi.

aku ingin bunda seperti lebah ratu,
yang selalu berada di sarang
meskipun sebetulnya dia satu-satunya lebah yang paling kuat disana.
hanya lebah ratu yang mampu menyengat musuhnya berkali-kali.
tapi dia setia mengurus istananya, mengontrol lebah pekerjanya,
dia tak "gatal" untuk menunjukkan kekuatannya ke lingkungan sekitarnya.

keberadaannya membuat semua proses kehidupan koloni lebah berjalan sesuai yang diharapkan.
sehingga mampu menghasilkan sarang yang penuh dengan madu berkualitas.

aku sedih jika bunda bekerja mengatasnamakan emansipasi wanita.
bagiku bunda justru merendahkan martabat wanita.
wanita bukan babu untuk mencari nafkah.
bunda pantasnya jadi ratu di rumah,
yang mendidik aku dan adik2,
supaya nantinya bisa menghasilkan madu yang berkualitas.
madu yang akan selalu mengalir ketika bunda sudah tidak lagi di alam dunia.
aku dan adik2lah aset bunda yang harusnya lebih diperhatikan daripada pekerjaan.

aku tak mau jadi anak yang justru menyeret orang tuanya ke dalam neraka.
aku justru ingin jadi anak yang bisa mengangkat orang tuanya ke surga.

tolong bimbing aku bunda...
pulanglah, bekerjalah untuk anakmu ini...
tolong ya bunda...

aku ingin bunda jadi kartini yang sesungguhnya.
yang berpendidikan tinggi dan mampu berkarya dalam wujud
memiliki putra-putri yang bermanfaat
untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

tak perlu bunda khawatirkan biaya hidup anakmu ini.
dengan bunda ada disampingku,
aku yakin mampu berprestasi lebih baik dari yang bisa aku lakukan sekarang.
dengan prestasiku, aku mampu membiayai hidupku sendiri.

jangan khawatir biaya pendidikan akan naik karena inflasi.
karena pendapatan ayah juga akan naik seiring terjadinya inflasi.

dan inflasi perkembangan pribadiku akan jauh lebih tinggi dari inflasi ekonomi yang ada,
jika bunda mau berhenti ngantor
dan mulai menjadi ratu di rumah
sebagai maha guruku.

tolong ya bunda...
aku butuh kehadirannya bunda.
aku butuh kehadiran bunda.
aku butuh perhatian bunda.

biarlah ayah yang bekerja,
ayah yang mencari penghidupan,
ayah yang jadi babu di keluarga kita,

bunda denganku di rumah.
hanya bunda yang mempu
"menghidupkan" aku.

i love u bunda...

anakmu,
*tttiiiiiiiitttt

(ditulis berdasarkan pengalaman pribadi seorang teman dunia maya)

1 komentar:

  1. hoho.. kirain pengalaman ente gan
    nice post gan, memberikan pelajaran bahwa kekayaan yg tak akan pernah hbs adalah kebahagiaan krn kebersamaan bunda dgn anak2nya :)

    BalasHapus