buku "the best schools" membuatku...
merasa pilihan orang tuaku menyekolahkanku di SD Purwokerto Lor 3,
sekolah miskin dengan fasilitas seadanya, menjadi sebuah pilihan tepat
bagi perkembangan diriku di masa kini dan kedepannya.
buku itu mengatakan, bahwa masa-masa SD adalah
masa dimana siswa perlu mengenal alam lingkungannya.
perlu mengenal dunia nyata.
andaisaja dulu aku disekolahkan di sd yang bonafit,
dimana siswanya semua diantar dengan mobil dan motor.
maka yang aku tahu, rakyat indonesia itu semua kaya raya.
nyatanya, masih banyak anak miskin yang benar2 membutuhkan bantuan pemerintah.
bukan mereka orang kaya yg masih meminta-minta belas kasihan pemerintah.
andaisaja dulu aku disekolahkan di sd
yang fokus untuk mendapatkan nilai tinggi secara akademis,
maka aku tak akan kenal Bu Puji, guru kelas 5 yang ahli pelajaran IPA.
bu puji sering sekali mengajarkan alat-alat praktik kepada kami,
ga peduli pelajarannya bagaimana, yg penting mainan alat praktik itu asik.
kami suka, Bu Puji juga suka...
bu puji pinter menghubungkan alat praktik dengan materi pelajaran.
dan fenomena alam yg terjadi di alam nyata.
asik deh pokoknya mainan sama bu Puji. hehehe
jika aku di sekolah sd yg ambisius mengejar pencapaian nilai ujian nasional,
aku tak akan kenal Bu Lastri, guru kelas 6 yang cara mengajarnya unik.
tiap harinya tak ada jadwal yang pasti.
tiap siswa hanya wajib punya 1 buku tulis, untuk mencatat semua mata pelajaran.
setelah membaca doa memulai pelajaran,
kami selalu ditanyai "mau belajar apa hari ini anak-anak?"
sering kali kami menjawab "IPA bu guru..."
(entah kenapa dulu banyak yang suka ipa,
tapi kuliahnya langsung banting setir kemana-mana,
termasuk aku. hahaha)
setelah itu bu lastri mengambil buku IPA, buka-buka halaman...
kemudian menerangkan materi yg dia dan kami mau.
suasana belajar begitu santai, walaupun selalu ada post test tiap sebelum pulang sekolah.
kami diajari untuk mencari tahu, bukan menerima tahu.
post test bukan mencari nilai, tapi melihat siapa yg dari tadi hanya tidur di kelas.
kelas 6 bagiku bukan kelas untuk persiapan ujian.
tapi kelas untuk membuka dunia yang kami mau.
itu tak akan terjadi jika sekolah kami mengejar nilai ujian.
terkekang dalam kurikulum yang kaku,
lalu apakah sd kami ada yg tidak lulus?
ow jelas ga ada... kan setiap Bu Lastri ga bisa masuk,
kami latihan tanya jawab soal sendiri.
soal-soal banyak di depan kelas.
satu orang bacakan di depan kelas, yg lain rebutan menjawab.
biasanya aku yg suruh baca di depan... hihihi..
yg biasanya aku tunjuk suruh jawab bukan yg tunjuk tangan,
tapi yg molor dibelakang, ya bangsanya Herdi, Khoerul, Nurman and the genk lah...wkwkw sori bro, sebut merek... :D
masa SD ku cukup beragam, kelas 4-6 di purwokerto.
sebelumnya aku sempat sekolah di SDN Anjungan Pontianak.
(kalo ga salah, agak lupa, dulu masih kecil sih...)
sekolah yg bentuk bangunannya seperti rumah panggung. rumah khas kalimantan.
kalo ujan, wiz... kelasnya ga berbentuk dah..
pada menghindari bom atom dari atap... hahaha
kalo pagi2 piket, ngepelnya asik!
berhubung lantainya kayu, tinggal siram aja lantainya.
ntar kan kering sendiri.
kadang-kadang ada yang nakal...
kan harusnya nyiramnya dikit-dikit dipercikin gitu,
ini malahan disiram soooorrr.... wkwkw..
ya, airnya ga sampe menggenang c..
(soalnya lantainya bolong-bolong, jarak kayunya ada setelah cm-an)
tapi kan yg ngambil airnya itu males banget bolak-balik naik turun tangga...
cuma satu SD-ku yang lingkungannya cukup berada.
yaitu di SDN Andir kidul 1, ujungberung bandung.
miskin engga, kaya banget juga engga.
cukup lah...
lumayan....
tapi disana semua berpacu dengan nilai.
aku masih ingat, dulu aku disuruh menghapal 10 danau yg ada di indonesia beserta provinsinya.
maju satu-satu sebelum pulang sekolah.
haduw... males banget dah...
sekarang dah lupa semua.
orang udah ada peta, ngapain juga diapalin?
kurang kerjaan aja.... wkwkwkw
aku juga pernah sekolah di SD Srengseng Sawah 07 pagi.
disana stress.... pelajarannya kaku banget.
setiap pulang sekolah aku selalu nangis kalau ga ada mba di luar kelas.
kelas seperti penjara. kalo ga salah itu kelas 2.
ternyata betul apa yg dikatakan Thomas Armstrong,
masa SD masa mengenal dunia.
nyatanya, dengan keterbatasan daya ingatku (dah mulai pikun..wkwk),
aku masih ingat tentang memori SD.
mungkin karena saat itulah masa-masa aku
mulai membuka mata tentang dunia ini.
selanjutnya dikatakan dalam buku itu bahwa masa SMP adalah
masa dimana siswa mengalami gejolak emosi dan keinginan untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
saya mbaca ini ketawa sendiri...
bener juga ya.... soalnya waktu smp aku lagi demen-demennya naksir cewe..
hahaha...
tepe-tepe gitu.. wkwkw...
sempet ngeband pegang bass, pake behel,
rambut jambul pelok mangga, rambut charlie st12, sepatu warna-warni,,,, wakakaka...
hadeuw...
masa-masa ababil...
lagi seneng banget berorganisasi...
awalnya takut2 tapi akhirnya seneng juga..
pramuka, osis, pks (polisi keamanan siswa), opo meneh yo...
pokoknya lagi lupa pelajaran deh,
ya walaupun masih bisa nyaingin nilainya yanuar yg sekarang dapet beasiswa di turki, peraih emas dlm olimpiade biologi dunia...
hihihihi (thanks yan, persaingan kita dulu dan prestasimu sekarang telah meninggikan derajatku juga... hahaha)
aku bersyukur saat-saat itu aku bisa terjerumus dalam kegiatan yg positif.
karena ada juga teman-temanku yg kemudian terjerumus dalam hal-hal yang negatif.
buku itu mengatakan jika sekolah SMP dengan pressure yg terlalu berlebihan
untuk mencapai prestasi akademik akan membuat siswa menjadi "galau"
dan bahkan akan berakibat gangguan psikis.
(jadi inget salah satu temen yg dianggap "stress" karena kelakuannya sehari-hari,
dan suatu saat dia pernah ke UKS dan tanya "ada obat anti depresi ga ya?"
nah lo....keknya fafa tau persis peristiwa ini ya... wkwkw)
sebaiknya SMP itu lebih konsen kepada perkembangan psikis anak
karena saat itulah mereka mengalami pubertas.
untuk mengurusi perubahan dirinya sendiri saja kadang2 siswa sudah bingung
apalagi harus ditambah dengan tekanan sekolah
untuk mencapai nilai ujian yg tinggi.
nah masa SMA, adalah masa dimana seorang siswa
terlibat aktif sebagai orang dewasa muda. bukan sebagai anak besar.
sebaiknya siswa sudah mulai fokus akan berbuat apa untuk kehidupan masa depannya. berkarya di bidang apa.
nah ini,,,, saya gagal mencari makna SMA. setelah lulus saya ga tau mau berbuat apa untuk masa depanku. mau jadi apa?
seharusnya pertanyaan itu ada di awal tahun, tapi aku mempertanyakannya di akhir tahun.
buuubaaaar!!!!! wkwkwkw....
makanya sekarang, saat jadi mahasiswa aku baru mencoba mencari
mau jadi seperti apa masa depanku nanti.
coba-coba dulu... siapa tau gagal... hahaha
untungnya, waktu SMA aku termasuk yg aktif dalam kepramukaan.
istilah "dewasa muda" sudah dipakai sejak dulu dalam pramuka
bagi para penegak pandega.
yaitu anggota pramuka berusia 17-25 tahun. (kira-kira)
atau seumuran anggota ambalan (SMA) dan racana (perguruan tinggi).
dalam pramuka, peran anak sma sudah layaknya peran orang dewasa.
hanya memang masih pemula.
posisi guru dalam pramuka bukan sebagai fasilitator, seperti di kelas mengajar.
tapi sebagai pembimbing.
kakak pembina berada di depan sebagai teladan,
di tengah mambangun semangat, di belakang memberi dorongan.
"ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."
kami penegak pandega banyak melakukan kegiatan
turun langsung kepada masyarakat layaknya orang dewasa.
itulah yg seharusnya dilakukan siswa SMA,
sudah tidak patut lagi hanya duduk di kelas tanpa menyentuh masyarakat
bahkan masih harus ijin untuk sekedar pipis.
sepertinya peran pramuka jauh lebih besar ketimbang sekolah
dalam perkembangan pribadiku saat berada dalam masa-masa SMA.
itu sedikit tentang pengalaman pribadiku
untuk sedikit menambahkan kesaksian atas buku
"THE BEST SCHOOLS"
karangan Thomas Armstrong
saya sarankan, calon guru tolong jangan baca buku ini.
soalnya bakalan bikin stress... akan muncul pertentangan batin antara
menuruti keinginan pemerintah dalam hal ini diknas,
atau menuruti kata hati. hahaha...
saya sarankan buku ini dibaca oleh semua orang
yg pengen punya anak cerdas lahir batin
yg mampu menjadi aset bangsa yang berharga.
susah berharap dari sekolah formal,
mending bergerak mulai keluarga masing2. hehe
tambahan:
dikatakan bahwa SMP yg tidak mengarahkan perkembangan emosi siswa
akan mengakibatkan perilaku menyimpang.
buktinya, saya mencari gambar "siswa smp" di goolge untuk gambar dalam artikel ini, yg keluar siswi smp tapi tanpa busana.
saya mencari "siswa sma" di google, yg keluar juga seperti itu.
dan bukti lebih nyata lagi,
Anda mungkin akan mencoba untuk membuktikannya.
akankah sistem sekolah seperti ini akan terus dipelihara?
saatnya kita turun tangan untuk mendidik keluarga masing-masing.
Alhamdulillah, saya dapat inspirasi dan pencerahan.. mantap tulisannya... dan ga nyangka bisa pertamax komeng di blog hebat ni..
BalasHapusriswansidik.com
ewiwi.blogspot.com