sekarang saya pengen nulis tentang sekolah lagi...
hehe...
sadar ga? sebenernya sekolah-sekolah kita pada umumnya sangat mahir dalam persiapan.
mahir dalam mengumpulkan bekal ilmu untuk kita.
berdasarkan pengalaman pribadi,
saya merasa ilmu yang diberikan di sekolah itu luar biasa hebat dan banyak.
bener deh..
sekolah itu bikin kita pinter.
ilmu yg kita tahu banyak banget...
bgmana ga banyak?
satu semester aja ada sekitar 6-7 mata pelajaran.
udah gitu sekolah dari pagi nyampe siang.
dan setiap harinya, kita di kelas duduk menerima ilmu yg diajarkan guru.
ya ga?
semakin hari ilmu itu bertumpuk di otak kita,
tanpa sadar bahwa ilmu itu memang banyak, tapi hanya bertumpuk.
kenapa bisa ga sadar bahwa ilmu itu hanya bertumpuk?
ya karena dengan keberhasilan kita melalui tes,
kita menganggap ilmu itu sudah terpakai.
ilmu itu sudah berguna untuk meluluskan kita dari tes.
padahal tes yang ada itu bukan menguji seberapa banyak pemanfaatan ilmu,
tapi hanya menguji sudah setinggi apa tumpukan ilmu di otak kita.
ya ga?
so, jangan heran ketika banyak orang yang hidupnya gemar menumpuk harta.
mengumpulkan tabungan dan enggan menyisihkan sebagian untuk orang lain.
enggan memanfaatkannya guna membuka lapangan pekerjaan
sehingga membuka peluang orang lain memperbaiki kehidupannya.
ya memang sejak kecil, sekolah mengajari kita untuk menumpuk.
bukan memanfaatkan.
tes yang ada di sekolah juga hanya menguji seberapa banyak tumpukan.
sehingga ketika dewasa, mereka melihat kekayaan juga dengan tes yang hanya menguji tingginya tumpukan.
mereka hanya melihat berapa banyak harta yg dimiliki
bukan seberapa besar manfaat dari tumpukan harta itu.
hhmm...
mungkin kultur kita yg terbentuk dari sekolah itu,
tidak hanya berdampak pada gaya hidup yang serba ingin memiliki dan pamer tumpukan.
tapi juga pada kehidupan kita sehari-hari.
lihat sebentar ke jalanan,
betapa ketat aturan lalu lintas di indonesia,
peraturan yang disiapkan begitu mantap.
tapi ya sekali lagi, kemantapan itu hanya sampai persiapan.
tidak sampai pemanfaatan aturan yang telah dibuat itu.
bukan salahnya polisi saja,
tapi kita sebagai objek dari aturan itu juga salah.
salahnya kenapa?
salah kita adalah sudah tahu aturan, sudah penuh otak ini dengan aturan lalu lintas,
sebenarnya kita sudah tahu, tapi ya karena hobi kita hanya menumpuk ilmu,
ya ditumpuk aja di otak,
tahu bahwa lampu merah itu berhenti, ya ditumpuk di otak aja.
kendaraan tetep aja tancap gas..
tahu bahwa harus pake helm, ya sekedar tahu aja terus ditumpuk di otak.
naik motor tetep aja ga pake helm, entah karena kepalanya sudah cukup keras,
atau karena harga isi kepalanya lebih murah daripada helm jadinya sayang kalo beli helm.
tahu bahwa atap gerbong bukan untuk duduk, ya disipan aja diotak.
berhubung terpaksa, ya naik aja di atap. kan (kera) sakti.
berkaitan dengan ditambahkannya pelajaran pancasila dalam kurikulum,
menurut saya sangat bagus itu...
akan lebih bagus lagi disertai dengan contoh penerapannya.
seperti berdoa setiap memulai pelajaran,
menyayangi siswa dengan adil,
mempersatukan siswa dengan ekonomi dan kepandaian yg berbeda-beda,
mendengarkan keinginan siswa,
membuka kesempatan mengenyam pendidikan bagi seluruh rakyat indonesia.
jika hanya teori, ya berarti anggaran 1T yg diusahakan DPR untuk merevitalisasi pancasila
hanya akan melahirkan juara-juara lomba P4, cerdas cermat pancasila,
tanpa implementasi nyata dalam kehidupan berbangsa.
jiah... bahasanya... wkwkw... hueks.
saya merasa hobi menumpuk yang ada pada kita ini peran besar dari pendidikan di sekolah.
lalu apakah bersekolah itu tidak baik?
ya enggak lah...
kalo ga sekolah kita ga bisa mengumpulkan bekal donk...
yang perlu kita lakukan bukan berhenti sekolah.
tapi kurangi bekal dan segera pakai bekal yang secukupnya.
kebanyakan bekal juga malah repot kali...
masa cuma jalan 1 jam, bekalnya 1 koper?
lupakan aja yg ga bisa diingat dan ga bisa dipakai.
bekal yang secukupnya aja,
bekal ilmu yang kita suka, yg kita ingat, yang kita butuhkan.
setelah bekal siap, pakai semua itu di luar sekolah.
kalau kata Lukman Al Hakim kepada anaknya,
"Wahai anakku ! Tidaklah dinamakan kebaikan sekalipun kamu
sibuk mencari dan mengumpul ilmu pengetahuan tetapi tidak pernah mengamalkannya.
Perbuatan ini tak ubah seperti seorang pencari kayu api yang sentiasa menambah timbunan kayunya
sedangkan ia tidak mampu untuk mengangkatnya."
jadi, betul bahwa sekolah itu tempat menimba ilmu.
setelah menimba, airnya jangan cuma dikumpulkan.
tapi segera dialirkan ke tempat yang membutuhkan air.
ada halaman nganggur, pakai ilmu biologi.
warung ibu rugi, pakai ilmu akuntansi.
apa aja bisa kalau punya ilmunya.
tapi bisa apa kalau ilmu yang kita punya ga pernah dipakai?
dan sebagai penutup,
saya ingin menganalogikan orang mati dan orang hidup.
kira2 apa ayng membedakan?
apakah orang hidup bisa memiliki macam-macam,
tapi orang mati tidak bisa?
ga juga ah, semiskin-miskinnya orang mati,
mereka juga bawa kain kafan kan?
berarti mayat pun masih bisa memiliki layaknya orang hidup.
tapi apakah orang mati bisa berbuat sesuatu?
berbuat layaknya orang hidup?
ya, itulah yang membedakan orang hidup dan orang mati.
orang hidup bebas melakukan, berbuat, bergerak
sedangkan orang mati tak bisa apa-apa selain terbujur kaku.
so, life is not about having everything
life is about doing something
silahkan sebarkan jika bisa semakin bermanfaat.
semoga menyebarkan informasi baik, bisa menjadi langkah awal kita bersama
untuk melakukan sesuatu yg bermanfaat di dunia ini. :)
sumber gambar:
http://algristian.files.wordpress.com
http://moeza.files.wordpress.com
http://img.antaranews.com
http://www.suarantb.com
http://i.poskota.co.id
Saya sepakat, dan saya juga menuliskan hal yang mungkin lebih sadis.. Ada di sini:
BalasHapushttp://www.vatih.com/wajah-pendidikan-indonesia/
hahaha
BalasHapus:ngakak
klo menurut saya lucu gan
bisa aja nih ngelawaknya
mantep tom. semoga mulai hari ini ane lebih bijak lagi untuk memakai ilmu yang udah mulai numpuk.heheh
BalasHapus