Rabu, 19 Juni 2013

lapis bawah, bersyukur, dan subsidi

satu pengalaman berharga yang kemarin baru saya hadapi,
sebuah pengalaman yang menurut saya betul-betul mengubah hidup saya.

anda tahu apa itu?

itu adalah pengalaman "membeli rumah"

ada 3 poin yang membuat pengalaman membeli rumah mengubah hidup saya:

1. Saya Ini Rakyat Lapis Bawah
betapa kagetnya saya, setelah mengetahui harga-harga rumah...
rasanya lemes meeen.....
wkwkw....

harga rumah di jakarta utk rumah layak huni,
luas bangunan 36 m2, tanah 72 m2 harganya dah ga bisa dibawah 200 juta
minimal punya 300 jt buat beli rumah.
apartemen? sama aja mahalnya... minimal 200an juta.
wkwkw...

mungkin utk banyak orang yg kaya, harga rumah segitu ga masalah.
tapi buat saya, seorang CPNS yang masa kerja belum genap setahun,
harga segitu betul-betul tak terjangkau.

masa buat memenuhi kebutuhan papan aja ga bisa?
bayangin, kebutuhan pokok itu sandang, pangan dan papan.
dan saya masih kesulitan utk memenuhi salah satunya.
ternyata saya ini rakyat lapis paling bawah,
yang masih banting tulang untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok.

saya belum pantas ikut-ikutan mereka rakyat lapis atas
yang sudah tidak kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
yang kebutuhannya kini adalah untuk selalu update gadget
yang kebutuhannya kini adalah untuk terlihat mampu meski tipu-tipu
yang kebutuhannya kini adalah mengikuti gaya hidup mewah yang serba wah

ya, saya ini rakyat lapis bawah
yang masih susah sekadar untuk memiliki papan.

2. Lebih Mampu Bersyukur

Ini jelas sekali terasa.
dulu, di rumah orang tua yang menurutku tidak kecil
saya sering sekali mengeluh ketika disuruh nyapu atau ngepel
capeknya.... rasanya ga selesai-selesai kerjanya
wkwkwkw...

ternyata ketika sekarang aku ingin membeli rumah yang luasnya setengahnya saja....
keringatnya sudah 2x lipat dari nyapu dan ngepel rumah.
wkwkw.....

pusing cuy... pengen beli barang yg ga mampu kita beli tuh rasanya...
keringetan, puyeng, mual, persis kaya lagi nahan beol.
hahaha

ketika harus kuliah dan numpang rumah saudara,
aku juga sering mengeluh karena ini dan itu,
ternyata sekarang ketika kerja,
saya harus tinggal di tempat yang lebih memprihatinkan.
lagi-lagi penuh keluhan,
akhirnya saya kembali berpindah ke tempat tinggal yang makin memprihatinkan.
kamar mandi yang dialihfungsikan menjadi kamar tidur.
ya, kamarku sekarang masih ada bak mandi yang ditutup semen.
rasanya mengeluh hanya menarik saya ke lubang yang makin sempit dan dalam.

setelah saya mencoba mencari rumah,
saya baru tahu,
betapa mahal harga jarak tempuh,
betapa mahal harga se-meter-persegi tanah dan bangunan.

ya, mahal sekali apalagi di Jakarta.

hal itu membuat saya bersyukur bisa mendapatkan nasib seperti sekarang.
bisa mendapat sepetak ruang yang dekat dengan kantor.

dan seketika setelah saya bersyukur,
tak lama kemudian alhamdulillah saya bisa memiliki rumah.

bukan bermaksud untuk bersombong diri, saya hanya menawarkan diri menjadi saksi hidup.
bahwa bersyukur itu powerful.

sekali lagi, bersyukur itu powerful. apalagi ditambah sedekah dan solat duha.

maka, bersyukurlah. pasti segalanya akan bertambah..
Allah yang menjamin dan menjanjikannya, masih ga percaya?

3. Butuh Subsidi Rumah
saya kira, dengan kemampuan yang saya miliki
sudah tak perlu rasanya mendapat subsidi dari pemerintah.

gaji dari pemerintah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan,
tak perlu lagi mendapat subsidi.

tapi setelah pengalaman saya mencari rumah,
ternyata saya masih sangat butuh subsidi.
ya, subsidi perumahan.

saya membayangkan, bagaimana mereka yang kini bekerja sebagai buruh yang dibayar sebatas UMR
apakah mungkin mereka memiliki rumah?
padahal rumah adalah kebutuhan dasar manusia.

ada yang bilang, papan itu tak harus rumah.
kos-kosan, kontrakan, dan lain sebagainya
kan bisa jadi alternatif papan selain rumah milik pribadi?

menurut saya tidak.

sandang, pakaian yang kita pakai,
apakah itu sewa? tentu tidak.
tiap hari kita pakai baju sewaan?
kalau sewaktu-waktu untuk hajatan, its okay
tapi setiap hari sewa pakaian? tentu tidak

pangan, makanan yang kita makan itu sewa?
apa ada makanan sewaan?

kedua kebutuhan pokok tadi harus kita miliki.
itulah karakteristik kebutuhan pokok.
harus dimiliki secara pribadi.

lalu papan?
apakah seumur hidup akan menyewa tempat tinggal?
mati tanpa meninggalkan tempat tinggal untuk anak-anak?
tawon saja, bisa membuat rumahnya sendiri untuk tempat tumbuh anak-anaknya...
masa homo sapiens yang jauh lebih cerdas ga bisa?

kita harus punya rumah sendiri,
dan pemerintah seyogyanya turun tangan untuk membantu kita
untuk hidup sebagai makhluk homo sapiens yg punya hak untuk memiliki sarangnya sendiri.

subsidi, daripada untuk bbm..
akan lebih terasa jika dialihkan untuk meringankan beban rakyat utk memiliki sarang yang layak.

sekian para homo sapiens,
selamat mencari sarang yang layak :)

salam homo.... sapiens -.-"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar