Kamis, 19 Mei 2011

guru privat gratisan

tulisan ini bukan untuk promosi jasa guru privat lho ya...
ntar dikira saya mau jualan les-lesan privat.
hahaha...

saya di sini cuma ingin berbagi pandangan, berbagi ide, berbagi mimpi.
ga ada salahnya toh berbagi mimpi?
eh siapa tau mimpiku ini bukan lagi sebagai mimpi bagi mereka yang mempunyai kemampuan lebih daripada saya.
kan bisa jadi, bukan saya yang mewujudkan mimpi itu tapi orang lain yang lebih mampu.
contohnya, mungkin dulu masuk STAN, masuk UGM atau UI
adalah mimpi saya waktu SMP.
ya, baru sekedar mimpi. karena dulu kemampuan saya sebatas anak SMP.
nyatanya setelah saya berada di SMA, sudah lebih mampu daripada saya yang SMP,
masuk STAN, UI atau UGM bukanlah impian tapi sudah menjadi tujuan yang sangat mungkin dicapai.
siapa tau dengan berbagi impian ini,
siapapun yang punya kemampuan untuk mewujudkan impian saya,
semoga dengan tulisan ini mereka, atau bahkan anda,
cukup tergerak hatinya untuk segera mewujudkannya. :)

kemarin saya baru nonton film "waiting for superman"
film tentang sistem pendidikan di amerika.
ternyata ya mereka juga punya problema sendiri dengan sistem pendidikan yang ada.
di film itu dipaparkan kelemahan sistem yang ada, dengan dibumbui sedikit kelebihannya.

dari film itu saya mencoba menarik hubungan dengan realita di Indonesia.
dan saya menemukan satu problema yang sama antara amerika dan Indonesia
yaitu permintaan rakyat untuk masuk sekolah semakin lama tidak mampu diimbangi dengan penyediaan sekolah terutama oleh pemerintah.

kalau film itu benar,
seorang anak amerika yang ingin masuk sekolah harus melalui tahap lotere,
ya seperti judi.
mau bagaimana lagi?
kursi yang tersedia hanya 44, tapi pendaftarnya 110.

bedanya kalau di Indonesia,
untuk menyaring pendaftar bukan dengan lotere,
tapi dengan ranking nilai,
atau rangking sogokan. hahaha

entah mana yang lebih baik,
saya juga bingung.
lotere itu cenderung untung2an dan tidak mendidik.
tapi di sisi lain, membuka kemungkinan untuk mereka yg kurang pintar dan kurang kaya
untuk merasakan sekolah yang sama dengan mereka yang lebih pintar dan lebih kaya.

kalau ranking nilai dan sogokan,
anak terpacu untuk semakin pintar dan orang tua semakin giat cari duit.
tapi di sisi lain,
membuat yang bodoh makin bodoh, yang miskin tambah miskin karena tetap bodoh.
bingung kan? hahaha....

ah ga juga,
saya ga pengen mikir mana yang lebih baik antara lotere dan ranking.
saya pengennya mikir, kenapa harus ada lotere dan ranking?
sepertinya jawaban yg paling tepat karena peminat yang ingin masuk sekolah,
jauh lebih besar daripada jumlah sekolah yang tersedia.

artinya, kalau kita bisa menyediakan jumlah sekolah yang cukup,
yang sama dengan jumlah peminat sekolah,
maka lotere dan rangking tidak perlu ada.
betul?

nah caranya bagaimana untuk menyediakan jumlah sekolah yang memadai?
hahaha,.,.,
ini yang bikin mumet...
sempet-sempetnya mikirin...hahaha
yah, saya mikir gini sih cuma buat ngisi waktu luang kalo lagi tongkrong di wc.
daripada ngelamun saru, mending mikir negara.
hahahaha....
sama-sama mubazir tapi yang lebih bikin berkembang otaknya ya mikir negara cuy... wkwkwkw

okey, kembali ke bagaimana cara tongkrong yang baik,
eh... salah..
bagaimana menyediakan jumlah sekolah yang memadai.

caranya, ya kembali kepada prinsip awal.
bagi saya, pendidikan utama bukan sekolah tapi keluarga.
ya, orang tua adalah guru utama bagi anak.

dan, jika saya menjadi menteri pendidikan,,,,
NGIMPI!!!!! hahaha....
kan udah saya bilang, bagi saya ini mimpi, tapi bagi orang lain belum tentu ini sekedar mimpi..
jadi, kalau saya jadi menteri pendidikan,
saya pengen memasukkan unsur orang tua dalam sistem pendidikan yang ada.
kalau saya hanya mengurusi sekolahan, dari TK sampai Universitas,
tolong ganti nama instansinya jadi Kementerian PENGAJARAN Nasional.
bukan PENDIDIKAN Nasional.
sumber pict: karir-up.com

saya pengen salah satu dari orang tua,
harus memiliki waktu untuk mengajari anaknya di rumah.
dengan jumlah waktu tertentu, dan ada evaluasi atas pengajaran orang tuanya itu.

dengan mendayagunakan orang tua sebagai pendidik,
maka tidak akan ada masalah kekurangan sekolah.
karena rumah juga sekolah,
dan itu dilindungi aturan resmi dari kementerian PENDIDIKAN nasional (pimpinan saya..hahaha)

lalu cara menjaga kualitas pengajaran orang tua bagaimana?
nah itulah fungsi sekolah,
yaitu sebagai rujukan materi apa yang harus diajarkan, dan bagaimana cara mengajar yang baik.

terus kerjaannya sekolah apa?
mendidik mereka yang hanya memiliki satu orang tua yang berperan sebagai tulang punggung keluarga,
maupun mereka yang tidak memiliki orang tua.

sebagai rujukan materi apa yang harus diajarkan dan bagaimana cara mengajar yang baik,

sebagai tempat ujian bagi semua yang mengenyam pendidikan, baik itu yang di rumah dengan orang tuanya,
maupun yang di sekolah dengan gurunya.

tempat sertifikasi lulusan pendidikan baik itu yang di rumah maupun di sekolah.
jadi, lulusannya tetap terakreditasi, bisa buat nglamar kerja.

tempat bermain dan bersosialisasi anak.

kalau sekolahnya dirumah, berarti sekolah ga laku donk?
ya, memang nantinya mungkin banyak sekolah yang tutup,
banyak guru yang tereliminasi.
ya supaya yang tersisa hanya sekolah dan guru yang berkualitas.

karena bagi saya,
sebisa mungkin tidak mencari penghidupan dari dunia pendidikan,
tapi memberikan penghidupan dengan dunia pendidikan.

lalu kalau gitu enak donk guru-guru sedikit kerjaannya dan digaji,
kami orang tua yang tugasnya sama dengan mereka ga dapet gaji!
buat anak juga pengen digaji?
hahaha manusia jaman moderen... serba duit...
ya, nanti kementerian pendidikan nasional pimpinan saya,
dengan dana 20% apbn, sebagian akan dialokasikan
untuk membayar gaji para orang tua atas kegiatan mendidik anak.
hahaha.

kalau orang tua udah disahkan sebagai guru resmi,
kan enak tuh, ga usah cari guru privat mahal-mahal.
orang tua kan guru privat gratisan bagi anak.
ya ga?
jadi, siapa bilang pendidikan mahal?
siapa bilang kita kekurangan sekolah?
siapa bilang banyak guru yang ga mutu?

gemana idenya?
gila kan? hahahaha.....

2 komentar:

  1. hahaha,, kalau saya jadi asisten mentri pendidikan pas mentrinya kang Tom,,, caya mw tanya,,,
    mungkinkah d terapkan kalau keadaan memaksa orang tua harus belajar mengajar mata pelajaran buat anaknya,,???
    kalau orang tuanya kudu belajar lagi,, sama aja belajar bareng anaknya,,, gag jadi ngajarin dung,,, hahaha
    gimana kang tom,,??
    biar yang gila tambah gila,, ^____^

    BalasHapus
  2. hahah..., nice gan guru paling baik ya orang tua kita :D

    o iya ngomong2 soal guru coba agan baca komik GTO (Great Teacher Onizuka) itu komik dah lama sih, tapi di gramedia baru di rilis jilid 2

    moga2 aja bisa nambah inspirasi ide2 gila agan >.<

    BalasHapus